
PONTIANAK, 3 DESEMBER 2024 – Berdasarkan luasannya, lahan basah dan gambut tropis di Indonesia secara umum dan Kalimantan Barat (Kalbar) khususnya, memiliki potensi yang sangat besar.
“Tantangannya juga kompleks,” kata Dr Eva Dolorosa MM MSc, Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura (Faperta Untan) Pontianak.
Ia mengungkapkan hal tersebut saat mewakili Dekan Faperta Untan Prof Dr Ir Hj Denah Suswati MP IPU untuk membuka Webinar “Praktik Baik Pertanian Berkelanjutan di Lahan Basah dan Gambut Tropis”, di Ruang Sidang Faperta, Selasa 3 Desember 2024.
Lahan basah dan gambut tropis yang begitu luas, tentunya sangat potensial dimanfaatkan untuk pertanian.
Namun, menurut Eva, pemanfaatan lahan ini untuk pertanian, seringkali dihadapkan pada tantangan berupa kerusakan lingkungan, penurunan kualitas tanah, hingga kebakaran gambut.
“Yang tentunya sangat merugikan,” ucap Eva di hadapan peserta webinar yang digelar Program Doktor Ilmu Pertanian Faperta Untan tersebut.

Oleh karena itu, jelas Eva, penerapan praktik pertanian berkelanjutan menjadi kunci untuk menjaga keseimbangan antara produktivitas pertanian dengan kelestarian lingkungan.
Terkait hal tersebut, Guru Besar Faperta Untan, Prof Dr Ir Radia MS selaku narasumber dalam webinar ini, membeberkan bagaimana memanfaatkan gambut untuk pengelolaan pertanian.
Dalam kesempatan ini, Radian menjelaskan tinjauannya dari aspek lingkungan dan ekonomi dalam membuka lahan gambut untuk pertanian.
Sementara itu, narasumber lainnya, Dosen Fakultas Pertanian, Sains dan Teknologi Universitas Panca Bhakti, Dr Ir Agusalim Masulili MP merinci potensi lahan basah di Indonesia.

Menurut Agusalim, kalau dilihat dari sisi luasan, potensi lahan basah di Indonesia memang sangat besar.
“Mencapai 20,6 juta hingga 40,5 juta hektare. Salah satu terluas di Asia setelah Tiongkok,” ungkap Agusalim.
Dengan potensi yang luar biasa tersebut, lanjut dia, pengelolaan lahan basah tetap harus memerhatikan aspek teknis dan lingkungan. “Ini sangat penting,” tegas Agusalim.(*)